Multitasking dan context switching itu sangat mengganggu pekerjaan. Bukannya ningkatin produktivitas, malah bikin kerjaannya berantakan.
Saat kerja, Leader ga sadar kalo banyak waktu kebuang sia-sia oleh aktivitas yang kelihatannya sepele. Aktivitas sepele yang dimaksud adalah kebiasaan beralih dari satu aplikasi ke aplikasi lain, atau istilahnya context switching. Riset dari Pegasystems nunjukin kalo rata-rata anggota tim kamu beralih di antara 35 aplikasi bisnis setidaknya 1.100 kali dalam sehari. Wow, kan?
Angka itu emang ga bisa jadi patokan. Namun, itu udah jadi gambaran cara kerja anggota tim kamu di era yang katanya serba canggih kayak sekarang. Dalam sebuah layar, anggota tim kamu punya kebiasaan jalanin beberapa aplikasi sekaligus. Misalnya, satu untuk buka email, aplikasi chat, aplikasi pembayaran online, nyusun presentasi, Microsoft Word, dan lain sebagainya.
Situasinya bakal lebih kompleks kalau Leader kerja remote. Leader ga hanya perlu menjalankan aplikasi yang berkaitan dengan pekerjaan. Namun, Leader juga kudu buka beberapa apps buat mendukung kolaborasi dan koordinasi sama sesama rekan kerja, termasuk di antaranya adalah Trello, Basecamp, Slack, Dropbox, Zoom, Glip, Doodle, dan lain-lain.
Context Switching Sebagai Imbas dari Multitasking
Bicara tentang context switching productivity, Leader bakal perlu mengaitkannya sama multitasking. Hampir sebagian besar anggota tim kamu berhadapan dengan beberapa tugas dalam sekali waktu. Bahkan, kemampuan seperti ini kerap dianggap sebagai nilai lebih oleh perusahaan. Namun, siapa yang nyangka kalo multitasking malah berdampak negatif ke produktivitas kerja para anggota tim kamu.
Pihak perusahaan kerap beranggapan kalo multitasking itu bagus buat produktivitas anggota tim kamu. Namun, fakta di lapangan lain dengan anggapan perusahaan. Hanya 2% anggota tim kamu yang sanggup nerapin kebiasaan multitasking dengan baik dan produktif di tempat kerja. Selain itu, kebiasaan kayak gini juga bikin anggota tim kamu merasa kelelahan, ga hanya secara fisik, tetapi juga secara mental.
Context Switching Mengganggu Alur Kerja Anggota tim kamu
Kebiasaan context switching terjadi kalau Leader berhadapan dengan dua aktivitas yang kompleks secara bersamaan. Untuk mengerjakan sebuah tugas, Leader perlu berpikir fokus biar bisa nyelesein kerjaan dengan baik. Namun, Leader tiba-tiba harus beralih ke tugas lain.
Ini tantangan berat lho. Leader bakal butuh waktu biar bisa fokus pada satu aktivitas. Sebuah studi mengungkapkan kalau rata-rata orang butuh waktu sekitar 15 menit untuk bisa konsentrasi pada kegiatannya setelah beralih dari aktivitas lain. Artinya, ada sekitar 15 menit waktu yang terbuang gara-gara kebiasaan berganti dari satu apps ke apps lain.
Solusi Nyata Buat Ngatasi Context Switching Productivity
Sampai di sini, Leader sudah paham kalau context switching productivity emang jadi problem serius di tempat kerja. Lalu, bagaimana cara ngatasinnya? Mincle ga cuma ngomong masalahnya aja, tetapi kasih pula solusinya. Apa saja itu? Ada empat solusi yang bisa Leader terapin buat ngatasi problem ini, yaitu:
1. Kenali dan kelompokkan tugas yang kompleks
Solusi pertama, Leader kudu ngenalin tugas yang kayaknya butuh effort lebih buat nyeleseinnya. Lalu, Leader perlu netapin waktu khusus biar bisa ngerjain tugas kompleks itu tanpa gangguan.
2. Bikin perencanaan
Berikutnya, Leader bisa nyusun perencanaan kerja yang tertata. Caranya, kelompokkan tugas yang punya kemiripan. Tujuannya biar Leader bisa minimalin kebiasaan context switching di antara tugas yang tidak saling berhubungan.
3. Kerjakan tugas satu per satu
Context switching productivity loss terjadi kalau Leader susah fokus gara-gara ngerjain multitask. Biar ga ada yang namanya produktivitas turun, Leader bisa milih buat ngerjain tugas satu per satu. Kalau perlu, Leader bikin to-do list dan netapin prioritas tugas yang perlu dikerjakan.
4. Pakai Cicle
Solusi terakhir, gunakan aplikasi yang praktis. Alih-alih make apps yang punya fungsi terbatas, Leader bisa memanfaatkan aplikasi keren Cicle. Fitur yang ada di Cicle sangat lengkap. Leader bisa komunikasi via chat, tersedia sarana penyimpanan, Kanban Board buat memantau kerjaan, dan lain sebagainya.
Dengan pilihan menggunakan Cicle, Leader tidak perlu menghabiskan waktu sia-sia cuma buat beralih dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Jadinya, Leader tetap bisa memfokuskan pikiran pada kerjaan yang tengah dikerjain. Ga kalah pentingnya, Leader ga pusing gara-gara ngeliat apps yang segitu banyaknya di layar.
Poin penting yang perlu Leader catat, teknologi itu dibikin biar Leader jadi lebih produktif. Kalau teknologi malah ngebuat Leader jadi ga produktif, berarti Leader kudu beralih ke yang lain. Setuju, kan?